Proses Identifikasi Untuk Bagian Tubuh yang Terpisah

http://4.bp.blogspot.com/-TDSGihH2ehs/UvOyNJRqMoI/AAAAAAAAAAc/tVKH64_s2TM/s1600/2.gif
Bookmark and Share
[caption id="attachment_1498" align="alignleft" width="350" caption="Proses Identifikasi"][/caption]

Terjadinya benturan yang sangat besar yang dialami pesawat Sukhoi Superjet 100 di daerah Gunung Salak, Jawa Barat, pada Rabu (9/5/2012), mengakibatkan jasad korban penumpang serta awak pesawat tidak utuh. Tidaklah mudah untuk mengidentifikasi korban. Namun dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan penemuan teknologi DNA sehingga memungkinkan hal ini.

Lima hari setelah kejadian, baru 19 kantong jenazah yang bisa dievakuasi dari lokasi bencana, Minggu (13/5/2012). Selain itu, ada juga barang-barang milik korban yang dimasukan ke dalam tiga kantong jenazah. Saat pesawat terjadi kecelakaan sedang mengangkut 45 penumpang beserta awak.

Waktu untuk menyelesaikan proses identifikasi dipastikan membutuhkan waktu lama, dikarenakan belum ditemukan jasad seluruh korban ataupun kondisi korban yang sudah tidak utuh.

Komisaris besar Anton Castilani selaku Direktur Eksekutif Komite Disaster Victim Identification (Identifikasi Korban Bencana) di Rumah Sakit Polri R Said Sukanto, Jakarta, Sabtu (12/5/2012), mengatakan dibutuhkan ketelitian yang tinggi agar potongan jasad korban yang diidentifikasi tidak tertukar.

Secara terpisah, Agus Purwadianto selaku Guru Besar Departemen Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universias Indonesia, mengatakan, untuk mencocokan potongan tubuh korban yang sudah tidak utuh tidaklah mudah. Apalagi, ditemukannya potongan jasad korban dalam kondisi terpencar.

Oleh sebab itu, sebelum dimasukan dalam kantong jenazah, potongan lokasi penemuan potongan tubuh akan sangat membantu proses identifikasi.

Biasanya bila kondisi normal, identifikasi korban dilakukan dengan menggunakan sidik jari. Untuk jasad yang hampir rusak sekalipun asal kondisi jasad utuh dapat menggunakan teknik ini.

Bila penggunaan teknik sidik jari tidak bisa digunakan, maka teknik identifikasi dapat dilakukan dengan teknik odontologi yaitu dengan menggunakan gigi. Tapi, ada persyaratan yang harus terpenuhi yaitu ditemukannya bagian gigi korban.

Agus menjelaskan, pada kasus kecelakaan Sukhoi Superjet 100 satu-satunya harapan identifikasi korban adalah menggunakan uji forensik deoxyribonucleic acid (DNA). Tingkat keakuratannya mencapai 99,9 persen untuk menentukan identitas korban bencana.

DNA merupakan materi pembawa genetik yang diturunkan. Pada sel manusia, DNA berada di dalam inti sel dan mitokondria, yang merupakan bagian sel di luar inti yang menyediakan energi bagi sel.

Di dalam inti sel, DNA membentuk untaian kromosom. Normalnya pada manusia mempunyai 46 kromosom, terdiri dari 22 pasang kromosom somatik yang terkait dengan ciri tubuh dan sepasang kromosom seks yang diturunkan dari kedua orangtua.

Eijkman Herawati Sudoyo selaku Ketua Laboratorium Forensik DNA Lembaga Biologi Molekuler mengatakan, bila sulit dilakukan identifikasi dari inti sel, maka dapat menggunakan identifikasi dari mitokondria.

Dikelompokkan.

Tambah Agus, pada saat akan melakukan uji forensik DNA, pengelompokkan potongan tubuh akan dilakukan ahli forensik berdasarkan kesamaan karakter yang terlihat seperti warna kulit, panjang tulang, serta postur tubuh.

Beberapa yang akan membantu proses identifikasi adalah adanya tanda khusus di tubuh korban seperti, tanda lahir, tahi lalat, tambalan gigi, gigi gingsul dan juga benda-benda yang melekat pada korban sebelum terjadi kecelakaan seperti, aksesori yang digunakan dan baju yang dipakai.

Kemudian, setelah tadi dikelompokkan beberapa bagian tubuh berdasarkan dugaan identitas fisik seseorang itu lalu akan diambil contohnya untuk dilakukan tes DNA. Supaya lebih efektif dan tidak mubazir, biasanya tidak semua bagian potongan tubuh dicek.

Menurut Herawati, bila pemeriksaan DNA dilakukan satu persatu potongan tubuh akan membuat biaya uji forensik DNA mahal.

Contohnya, dalam uji forensik DNA untuk bagian tubuh manapun dapat diambil asalkan belum rusak atau masih ada jaringan hidupnya, lebih khususnya jaringan otot. Pulpa (jaringan) gigi dan sel otot di bagian panggul adalah bagian yang lebih lambat membusuk.

Sebenarnya untuk proses uji DNA hanya dibutuhkan waktu satu hari sampai dua hari. Tapi, yang membutuhkan waktu lama adalah proses pencocokkannya.

Kesesuaian marka genetik

Marka short tandem repeat (STR) digunakan untuk memperoleh pola DNA yang kemudian akan dicocokan dengan data DNA keluarga korban yang telah diambil sebelumnya. Prosedur tes DNA yang amat sensitive bila menggunakan marka STR karena tingkat variasinya tinggi.

Dengan melihat kesesuaian marka genetik dari korban dan keluarga terdekatnya, kemudian akan dilakukan pencocokkan. Menurut standar Biro Investigasi Federal (FBI) Amerika Serikat bahwa, korban dipastikan memiliki hubungan dengan keluarga tersebut jika minimal ada kesesuaian 13 marka genetik.

Jika selama 24 jam secara terus menerus dilakukan uji forensik DNA, diperkirakan untuk menentukan dan mencocokan DNA korban dan keluarganya membutuhkan waktu sebulan, kata Herawati.

“Proses DNA akan lebih cepat apabila makin banyak jenazah yang bisa dikenali. Bahkan prosesnya bisa lebih cepat menjadi 2 minggu,” ujarnya.

Saat ini, di Indonesia hanya ada dua laboratorium yang dapat melakukan uji forensik DNA, yaitu Laboratorium DNA Bidang Kedokteran kepolisian, Pusat Kedokteran dan Kesehatan Polri dan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman.

Bagaikan menyusun jigsaw puzzle yang sangat besar untuk mengidentifikasi jasad korban kecelakaaan ini. Yang jadi masalah karena potongan puzzle yang ada tidak lengkap, sebagian hilang atau sebagian lagi rusak.

 

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar